Rabu, 01 April 2009

“Kanzul As-Suluk Fii Sakrullaah”





“Kanzul As-Suluk Fii Sakrullaah”

Mukadimah

Bismillahir rahmanir rahim

Assallamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuhu
Qalla Rasulallahu Mawlana Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam : " Ash-hadu an la ilaaha illallahu Anna Muhammadur Rasulallahi Ya Rabbe habli Ummati”
Allahumma innahu laa khayra illa khayru'l Aakhirah
Wa Baarik fi'l Ansari wa'l Muhajirah

Ae shahen shah-e madina Assalat-o wassalamu allan Nabi
Zeenat-e arsh-e mu’alla Assalat-o wassalam allan Nabi
Rab ne farmaya ke bakhsha Assalat-o-wassalam allan Nabi
Ae shahenshah-e-madina Assalat-o-wassalam allan Nabi
Zeenat-e-arsh-e mu’alla Assalat-o-wassalam allan Nabi
Jhoom kar khehta tha kaaba Assalat-o-wassalam allan Nabi
Ae shahenshah-e-madina Assalat-o-wassalam allan Nabi
Zeenat-e-arsh-e mu’alla Assalat-o-wassalam allan Nabi
Keh raha he har sitara Assalat-o-wassalam allan Nabi
Ae shahenshah-e-madina Assalat-o-wassalam allan Nabi
Zeenat-e-arshe-e mu’alla Assalat-o-wassalam allan Nabi
He farishto ka wazifa Assalat-o-wassalam allan Nabi
Ae shahenshah-e-madina Assalat-o-wassalam allan Nabi
Zeenat-e-arshe mu’alla Assalat-o-wassalam allan Nabi
Mayra laasha bhi kahe ga Assalat-o-wassalam allan Nabi
Aae shahenshah-e-madina Assalat-o-wassalam allan Nabi
Zeenat-e-arshe mu’allah Assalat-o-wassalam allan Nabi
Ho zabban par pyaare aqa Assalat-o-wassalam allan Nabi
Aae shahenshah-e-madina Assalat-o-wassalam, allan Nabi
Aeenat-e-arsh-e mu’allah Assalat-o-wassalam. allan Nabi

Allahumma lawlaa Anta mahtadaynaa
Wa laa tasaddaqnaa walaa sallaynaa
Fa anzilan sakeenatan 'alaynaa
Wa thabbitil aqdaama in laaqaynaa
Innal a'daa'a qad baghaw 'alaynaa
Idhaa araadu fitnatan abaynaa
Nahnu'lladheena baaya'u Muhammad-aa
'Ala'l Jihadi maa baqeena abadaa

Allahumma innahu laa khayra illa khayru'l Aakhirah
Wa Baarik fi'l Ansari wa'l Muhajirah

Shallu allan nabi.. Jagat semesta alam bersenandung gembira, menyambut kedatangan kelahiran nabi tercinta, pada Senin di bulan Rabi’ul Awwal tanggal 12 menjelang fajar, 1436 tahun lalu, Nur Ilahi menerangi setiap jengkal wilayah semesta raya, laksana bintang gemintang yang berkerlip indah di rentang kepekatan sajadah malam.
Bersama dzkr dan sholawat para Malaikatullah yang menebarkan hawa sedingin salju dalam tiap sanubari Mukmin, cahaya Nur Muhammad yang kemilau terang menerangi setiap lubuk hati Muslimin laksana purnama menenggelamkan gelap dalam hijab cahaya. Laksana mentari yang mengusir malam ke peraduannya menyambut kelahiran bani Adam yang terpilih, bayi suci mulia nan elok paras wajahnya, yang akan membawa perubahan agung atas peradaban kehidupan ummat manusia yang kilau-kemilau, memperindah akhlaq dengan Mahabbah billah.

Ya Ahmad Ya Muhammad Bin Abdullah Bin Abdul Muthalib yang dianugerahkan Nur Muhammad kepada Beliau sebagai manusia pertama yang diciptakan secara maknawi, tapi menjadi nabi terakhir yang diutus ke alam duniawi. Anta Awwalin wal akhirin. Ucapannya adalah wahyu Ilahi Rabbul Alamin, setiap jejak langkahnya menjadi tarekat yang kaya akan Hikmah, perilakunya cermin keteladanan bagi seluruh ummat manusia di muka bumi.

Muhammad, sang Kekasih Hadrat Allahu Azza wa Jalla, belaian tangannya nan lembut menenteramkan gundah anak-anak yatim, kemurahan hatinya menyalakan obor kehidupan janda-janda miskin, dan mengajarkan kemuliaan dalam kebersahajaan. Keagungan jiwa Hadratun Nabiyuna Mawlana Musthafa Muhammad Rasululllah Shallallahu Alaihi wassalam diakui kemuliaan adab dan akhlaqak kemanusiaannya oleh pihak kawan maupun lawan. Keberaniannya menggetarkan singa padang pasir, kelembutannya laksana belaian kasih seorang ibu. Ya Ummul Mukminin.

Beliau, Hadratun Nabiyuna Mawlana Musthafa Muhammad Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam begitu dicintai penghuni langit dan bumi, hingga potongan rambut dan air ludahnya yang harum pun tak pernah sampai menyentuh bumi, karena diperebutkan sahabat-sahabatnya. Begitulah Sahaba Abu Sufyan Radhiyallahu anhu menceritakan perihal kepribadian luhur Hadratun Nabiyuna Mawlana Musthafa Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam menjelang Fath Makkah, pembebasan kota Makkah. Tubuhnya termasyhur memancarkan keharuman alami. Jika tangannya menyentuh kepala seorang anak, orang akan segera tahu bahwa ia baru saja disentuh oleh Kanjeng Rasulullah. Semesta raya memanjatkan doa, mengucap salam dan memohonkan kasih Allah baginya. Bahkan Sang Pencipta sendiri ikut mengucapkan salam kepadanya :

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi
[Sayyidina Mawlana Muhammad Rasulullah]
Wahai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi,
dan berikan salam penghormatan untuknya.”
[Al Qur'an, Surah Al-Ahzab : 56]

Kehadiran Kanjeng Rasulullah di bumi adalah anugerah yang membuat butiran-butiran pasir dan debu gurun menjadi laksana mutiara. Jejak langkahnya menyejukkan padang tandus, menjadi laksana taman surga yang membangkitkan rindu untuk selalu mengunjungi. Pengetahuan yang diajarkannya terus-menerus mengalirkan hikmah dan kearifan, laksana zamzam, yang tak pernah kering sepanjang zaman.

Pemimpin manakah yang dalam keadaan sakit menjelang wafat berkata :

“Wahai manusia!
Barang siapa yang punggungnya pernah kucambuk,
ini punggungku, balaslah!
Barang siapa kehormatannya pernah kucela,
inilah kehormatanku, balaslah!
Dan barang siapa hartanya pernah kuambil,
inilah hartaku, ambillah!
Jangan takut akan permusuhan
[akibat penuntutan balas ini],
karena hal itu bukan watakku.”

Hari itu, 63 tahun setelah kelahirannya, semua sahabat tertunduk haru mendengar pemimpin besar yang mereka cintai membuka diri untuk menerima tuntutan balas dari pengikutnya. Sebuah sikap yang menunjukkan pencapaian spiritual dan emosional tertinggi seorang manusia. Kini, setelah setelah 14 abad beliau lahir, beliau tetap dikenang sebagai nabi yang agung, pemimpin yang adil, panglima yang gagah berani, penguasa yang penuh kasih, pedagang yang jujur, suami yang santun, dan ayah yang bijak. Beliau memang manusia, tapi bukan seperti manusia yang lain. Beliau laksana mutiara di antara bebatuan semesta.

Rabi’ul Awwal, yang artinya musim bunga yang pertama, dikenal sebagai bulan Nabi. Karena pada bulan inilah beliau, Kanjeng rasulullah sang Khairil Anam lahir, tepatnya hari Senin.

Sebagaimana sabda Kanjeng Rasulullah saat ditanya oleh seorang sahabat mengenai kebiasaan beliau berpuasa di hari Seni :

“Hari itu adalah hari kelahiranku,
hari aku diangkat sebagai rasul
atau pertama kali aku menerima wahyu."
(HR Muslim)

a. Tanggal Kelahiran

Namun kemudian muncul pertanyaan, tanggal berapakah beliau, Kanjeng Rasulullah lahir. Jumhur ulama dari kalangan Ahlus sunnah wal Jama’ah mengatakan, Kanjeng Rasulullah lahir pada tanggal 12, tapi banyak pula yang berpendapat bahwa Kanjeng Rasulullah lahir pada tanggal 9, bahkan tanggal 17, seperti pendapat kalangan Syi’ah Imamiyyah. Baru-baru ini beredar sebuah buku berjudul Ya Allah... Benarkah Sejarah Ini?, yang ditulis oleh Drs. Aep Syaifullah, berdasarkan pendapat para ulama hadits, diterbitkan oleh Penerbit Shuhuf. Salah satu babnya membahas ihwal lahir dan wafatnya Rasulullah SAW.

Di situ dikatakan, pendapat bahwa Kanjneg Rasulullah lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal perlu dikaji ulang, karena bertolak belakang dengan fakta sejarah, hadits, dan ilmu pengetahuan. Pendapat yang menyatakan bahwa Kanjeng Rasulullah lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal itu, walau sangat terkenal, disandarkan pada riwayat yang lemah, yaitu Ibnu Ishaq. Menurut ulama-ulama ahli hadits, Ibnu Ishaq dianggap seorang yang lemah dalam riwayat-riwayatnya. Sementara pendapat yang shahih dan kuat mengenai tanggal kelahiran Kanjeng Rasulullah ialah, beliau lahir pada Senin, 9 Rabi’ul Awwal, tahun Gajah. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Katsir, Ibnu Qayyim, dan Ibnu Taimiyah.

Pendapat ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli falak atau astronomi Mesir yang terkenal, yaitu Mahmud Pasya, yang mencoba menentukan tanggal gerhana matahari dan gerhana bulan yang terjadi pada zaman Kanjeng Rasulullah sampai zamannya. Berdasarkan kajiannya, hari Senin tidak mungkin bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Ia mengemukakan beberapa alasan untuk mendukung hasil kajiannya. Sebagian alasan yang dikemukakan oleh Mahmud Pasya adalah:

Pertama, dalam Shahih Bukhari disebutkan, ketika putra Kanjeng Rasulullah, yang bernama Sayyidina Ibrahim, wafat, telah terjadi gerhana matahari pada tahun ke-10 setelah hijrah. Dan Kanjeng Muhammad Rasulullah ketika itu berusia 63 tahun.

Kedua, berdasarkan kaidah perkiraan falak, diketahui bahwa gerhana matahari yang terjadi pada tahun ke-10 setelah hijrah itu bertepatan dengan tanggal 7 Januari 632 Masehi, pukul 8.30 pagi.

Ketiga, berdasarkan pada perkiraan ini, seandainya diundurkan 63 tahun ke belakang, mengikut tahun qamariyah, kelahiran Kanjeng rasulullah jatuh pada tahun 571 Masehi. Berdasarkan perkiraan yang telah dibuatnya, tanggal 1 Rabi’ul Awwal bertepatan dengan tanggal 12 April 571 Masehi.

Keempat, meskipun terjadi perselisihan pendapat mengenai tanggal kelahiran Kanjeng Rasulullah, semua pihak sepakat mengatakan bahwa hari kelahiran Nabi SAW adalah hari Senin, bulan Rabi’ul Awwal. Dan ternyata, hari Senin itu jatuh pada tanggal 9 Rabi’ul Awwal, bertepatan dengan tangal 20 April 571 Masehi. Bukan 12 Rabi’ul Awwal.

b. Bulan dan Tahun

Selain perbedaan mengenai tanggal kelahiran Kanjeng Rasulullah, ada pula perbedaan mengenai bulan dan tahunnya. Bahkan juga peristiwa-peristiwa penting lainnya. Mengenai bulan kelahiran, ada yang mengatakan Muharam, Shafar, Rajab. Tapi ada pula yang mengatakan bulan Ramadhan. Sementara tahunnya, ada yang mengatakan tahun Gajah, 15 tahun sebelum tahun Gajah, 30 tahun setelah tahun Gajah, atau 70 tahun setelah tahun Gajah. Namun kebanyakan pendapat menyatakan, Kanjeng Rasulullah lahir pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal tahun Gajah. Tahun Gajah adalah saat Raja Abrahah, penguasa negeri Habasyah (Etiopia sekarang), dan pasukan bergajahnya, berniat menghancurkan Ka’bah, tetapi gagal. Itu terjadi 53 tahun sebelum hijrah (secara matematis-astronomis dapat dinyatakan sebagai tahun 53 H).

Sehingga saat kelahiran Kanjeng Rasulullah tersebut bertepatan dengan hari Senin 5 Mei 570 M. Lalu, kapankah tepatnya pengangkatan beliau menjadi rasul? Tahun kejadiannya umumnya disepakati pada saat Kanjeng Rasulullah berumur 41 tahun, atau tahun Gajah ke-41 (tahun 13 H). Hanya tentang tanggal dan bulannya tidak ada kesepakatan. Menurut Jabir dan Ibnu Abbas seperti tersebut di atas, itu terjadi pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal. Bertepatan dengan Senin 24 Februari 609 M. Isyarat lainnya ada pada QS 2: 185 bahwa Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan.

Bila harinya mengacu pada hadits yang diriwayatkan Imam Muslim serta pendapat Jabir dan Ibnu Abbas, 17 Ramadhan 13 H tersebut bertepatan dengan hari Senin 25 Agustus 609 M. Hasbi Ash Shiddieqy dalam pengantar Tafsir Al Bayaan menyatakan ayat nubuwah (pengangkatan sebagai nabi) pertama kali turun pada bulan Rabi'ul Awwal dengan lima ayat pertama surah Al-Alaq. Kemudian ayat risalah (pengangkatan sebagai rasul) turun pada 17 Ramadhan dengan beberapa ayat awal surah Al-Muddatstsir.

c. Peristiwa-peristiwa Lain

Peristiwa Isra Mi’raj, saat mulai diwajibkannya shalat lima waktu, pun tidak ada kesepakatan kapan terjadinya. Sebagian besar mengikuti pendapat Ibnu Katsir dari riwayat yang tidak shahih isnadnya, yakni bahwa Isra Mi'raj terjadi pada 27 Rajab 1 H (satu tahun sebelum Hijrah). Itu berarti terjadi pada hari Rabu 15 Oktober 620. Tetapi bila mengikuti pendapat Jabir dan Ibnu Abbas bahwa Isra Mi'raj terjadi pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal, berarti terjadi pada 12 Rabi’ul Awwal 3 H (tiga tahun sebelum Hijrah), yang bertepatan dengan Senin 6 November 618.

Peristiwa Hijrah Kanjeng Rasulullah terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 13 Bi’tsah (13 tahun setelah pengangkatan sebagai rasul). Berangkat pada 2 Rabi’ul Awwal dan tiba pada 12 Rabi'ul Awwal. Saat tiba di Madinah 12 Rabi’ul Awwal bertepatan dengan hari Senin, 5 Oktober 621. Ini sesuai dengan pendapat Jabir dan Ibnu Abbas bahwa harinya Senin. Beberapa penulis riwayat Kanjeng Rasulullah merancukan saat hijrah tersebut dengan tahun baru Hijriyyah pertama. Haekal dan Al-Hamid Al-Husaini menyebutkan, peristiwa Hijrah terjadi pada bulan Juli.

Haekal menyatakan, Kanjeng Rasulullah tiba di Madinah hari Jum’at. Sesungguhnya bulan Juli adalah tahun baru 1 Muharram 1 H yang jatuh pada hari Jum’at, 16 Juli 622. Puasa Ramadhan mulai diwajibkan pada hari Senin 2 Sya’ban 2 H atau 30 Januari 624 M. Itu berarti, puasa Ramadhan pertama terjadi pada bulan Februari-Maret, dengan suhu yang relatif sejuk dan panjang hari termasuk normal (panjang siang hari sekitar 12 jam).

c. Tanggal Wafat

Hari-hari terakhir kehidupan Kanjeng Rasulullah ditandai dengan turunnya QS 5: 3, yang menyatakan bahwa Hadrat Allahu Azza Wa Jalla telah menyempurnakan agama Islam dan meridhainya. Ayat itu turun saat wukuf di Arafah 9 Dzulhijjah 10 H, yang bertepatan dengan Jumat 6 Maret 632. Mungkin ini berkaitan dengan sebutan Haji Akbar bila wukufnya jatuh pada hari Jum’at. Tiga bulan setelah turunnya ayat tersebut kanjeng Rasulullah wafat pada 12 Rabi’ul Awwal 11 H. Analisis astronomis menyatakan, 12 Rabi'ul Awwal mestinya jatuh pada hari Sabtu 6 Juni 632.

Namun banyak yang berpendapat bahwa Kanjeng Rasulullah wafat pada hari Senin, itu berarti tanggal 8 Juni 632. Perbedaan dua hari tidak dapat dijelaskan akibat terjadinya istikmal (penggenapan menjadi 30 hari) bulan Shafar. Membicarakan kapan tepatnya hari kelahiran Kanjeng Muhammad, juga peristiwa-peritiwa penting dalam sejarah kehidupan beliau, bukanlah hal mudah. Karena ketika itu orang-orang Arab belum mempunyai tradisi mencatat.

Perhatian mengenai pentingnya mencatat baru muncul pada pemerintahan Khalifah Sayyidina Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu, tepatnya pada tahun 638 Masehi. Ketika itu Sayyidina Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu ingin menjadikan penanggalan Hijriyyah sebagai sistem penanggalan resmi pemerintahan Islam. Tapi muncul masalah, ketika para sahabat ingin menjadikan hari kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam sebagai patokan awal sistem penanggalan Hijriyyah. Tidak ada satu pun di antara mereka yang ingat kapan persis Baginda Nabi dilahirkan. Yang mereka ingat, ketika beliau lahir, ada beberapa peristiwa yang mengiringinya, di antaranya penyerangan pasukan Gajah dari negeri Habasyiah terhadap Ka’bah, yang kemudian diabadikan sejarah Islam sebagai tahun Gajah.

Namun begitu, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang astronomi, serta patokan-patokan yang terdapat dalam hadits Kanjeng Rasulullah, di antaranya hadits tentang puasa hari Senin, yang senantaisa beliau lakukan secara rutin, para ulama berhasil menentukan kapan Rasulullah SAW lahir, wafat, dan sebagainya.

Khusus mengenai riwayat kelahiran Kanjeng Rasulullah, Mursyidina Al Habib Mundzir bin Fuad Al Musawa, pimpinan Majelis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam pernah mengatakan, bahwa perbedaan pendapat tentang kelahiran Nabi SAW sudah berlalu belasan abad yang silam, dan itu sudah dibahas oleh ribuan muahdditsin. Menurut jumhur ulama dan muhadditsin adalah 12 Rabi'ul Awwal. Walaupun ada pendapat sebagian kecil yang mengatakan 10 Muharram, dan ada pendapat lain lagi yang mengatakan di bulan lain. Namun semua pendapat itu dhaif.

Yang mu'tamad, atau yang dijadikan sandaran oleh sebagian besar ulama, adalah 12 Rabi’ul Awwal.Para ulama tersebut bukan sembarang ulama. Mereka mempunyai kedalaman ilmu dan keluasan wawasan yang sudah teruji. Bahkan banyak di antara mereka yang bergelar “Al-Hafidh”, penghafal jutaan hadits. Inilah maqam kemuliaan akidah Dinnul Islam yang disampaikan Rasulullah kepada seluruh alam beserta isinya, maka ikutilah Akidah Rasullah SAW hingga masa sakaratul maut kan menjemput...

Akidah sebuah agama merupakan dasar dan pondasi agama tersebut. Segala tuntunan, anjuran, perintah, dan larangan-Nya berdiri tegak dengan berlandaskan kepada-Nya. Semakin kuat dan kokoh pondasi dan dasar tersebut, pribadi Mukmin akan semakin mantap dan lebih siap untuk menapaki jalan kesempurnaan-Nya. Kerusakan Akidah merupakan sumber dan penyebab kerusakan di bidang etika (akhlak), sosial, politik, dan budaya. Untuk membendung dan melenyapkan kerusakan-kerusakan di bidang-bidang tersebut haruslah dimulai dari pembenahan kembali terhadap Akidah.

Pengenalan yang valid dan benar terhadap eksistensi manusia, permulaan dan akhir dunia, para delegasi Tuhan, nama-nama (Asmâ’)-Nya, tempat tinggal (pesanggerahan) terakhir manusia dan lain sebagainya, jika semuanya ditopang dengan keimanan yang kokoh, akan terciptalah penyerahan murni dan seutuhnya terhadap segala titah Tuhan yang telah sampai kepada manusia melalui para nabi-Nya yang suci.

Tasawuf ialah bentuk kebajikan spiritual dalam Islam yang dikemas dengan filsafat, pemikiran, ilmu pengetahuan dan disiplin kerohanian tertentu berdasarkan syariat Islam. Jalan-jalan kerohanian dalam ilmu tasawuf dikembangkan dengan tujuan membawa seorang sufi menuju pencerahan batin atau persatuan rahasia dengan Yang Satu. Di sini jelas bahwa landasan tasawuf ialah tauhid. Menurut keyakinan para sufi, apabila kalbu seseorang telah tercerahkan dan penglihatan batinnya terang terhadap yang hakiki, maka ia berpeluang mendapat persatuan rahasia (Fana’) dengan Yang Hakiki.

Apabila demikian maka dia akan dapat merasakan pengalaman paling indah, yaitu hidupnya kembali jiwa dalam suasana Baqa` (kekal). Ia lantas tahu cara-cara membebaskan diri dari kesementaraan Alam Zawahir (fenomenal) yang melingkungi hidupnya, serta merasakan kedamaian yang langgeng sifatnya.

Ikhtiar untuk mencapai keadaan rohani (Ahwal, kata jamak dari hal) semacam itu dimulai dengan mujahadah, yaitu perjuangan batin melawan kecendrungan nafsu rendah yang dapat membawa kepada pengingkaran terhadap Yang Haqq. Ujung perjalanan melalui mujahadah disebut musyahadah, yaitu penyaksian secara batin bahwa Tuhan benar-benar satu, tiada kesyakan lagi terhadap-Nya. Jadi yang terbit dari keadaan musyahadah ialah haqq al-yaqin. Jiwa yang menerima keadaan rohani semacam itu disebut faqir, yaitu kesadaran tidak memiliki apa pun selain cinta kepada-Nya dan karenanya bebas dari kungkungan selain Hadrat Allahu Azza Wa Jalla.

Ini tidak berarti seorang faqir tidak mempunyai perhatian kepada selain Hadrat Allahu Azza Wa Jalla, yakni alam sekitarnya, dunia dan sesamanya, tetapi semua itu dilihat dengan mata hati yang terpaut kepada Dia semata. Dengan demikian seseorang tidak hanya terkungkung oleh bentuk-bentuk dan penampakan zahir kehidupan, tanpa melihat hakekat dan hikmah yang dikandung dalam semua peristiwa dan kejadian.

Al Dhaif merujuk akan risalah yang pernah diajarkan oleh Syaikhuna Mawlana Daliman Bin Syaikhuna Mawlana Faiman As-Syadzily di Medan, bahwa secara keseluruhan jalan tasawuf itu sebenarnya merupakan jalan cinta, dan keadaan-keadaan rohani yang jumlahnya tujuh itu tidak lain adalah keadaan-keadaan yang bertalian dengan cinta. Misalnya ketika seseorang memasuki lembah pencarian. Cintalah sebenarnya yang mendorong seseorang melakukan pencarian. Adapun kepuasan hati, perasaan atau keyakinan akan keesaan Tuhan, serta ketakjuban dan persatuan mistik merupakan tahapan keadaan berikutnya yang dicapai dalam jalan cinta.

Banyak orang berpendapat bahwa para sufi mengingkari pentingnya akal dan pikiran dalam menjawab soal-soal kehidupan. Pernyataan ini tidak benar sama sekali. Syaikhuna menerangkan bahwa akal dan cinta merupakan dua sayap dari burung yang sama, yaitu jiwa.

Bahwa akal dipakai untuk memahami Keadaan manusia selaku hamba-Nya. Cinta untuk mencapai kesaksian bahwa Tuhan itu Tunggal. Pengakuan akan keesaan hanya diperuntukkan bagi Hadrat Allah Azza Wa Jalla. Sedangkan makrifat diperuntukkan orang yang telah mencapai hakekat. Cinta adalah penghubung atau pengikat antara kita sebagai abdi, atau hamba dengan Hadrat Allahu Azza Wa Jalla. Jadi cinta ialah pengikat, penghubung, laluan, tangga naik menuju Tauhid. Di mana saja Cinta menjelaskan bahwa tujuan hanya satu, yaitu kemutlakan dan kebenaran Yang Haqq. Cinta di sini dapat dipandang sebagai sajadah sujud kita kepada Rabbul Alamiin.

Dari mana hendak kemana hati
Janganlah lupa tempat berhenti..

Al Dhaif juga meminta ma’af kepada para pembaca budiman atas kekurangan yang ada, dan kami mengharap do’a restu Pembaca yang dimuliakan Allahu Subhana Wa' Ta'ala sekalian supaya kami dapat mengabdi lebih besar lagi terhadap Islam dan muslimin, Insya Allahu Rabbil Alamiin.

Dan kami berharap semoga Hadrat Allahu Azza Wa Jalla dengan perantara Syafa'at Kanjeng Rasulullah yang menghidupkan cahaya-cahaya keutamaan para Waliyullah senantiasa menganugerahkan keikhlasan dan selalu menjaga kami dari penyimpangan dan penyelewengan, baik dalam ucapan maupun dalam tindakan, dan semoga Ia tetap memberikan taufik-Nya kepada kami untuk berkhidmat kepada ilmu dan Islam, dan semoga karya yang tak seberapa ini diterima di sisi-Nya dan menjadi bekal kelak dikemudian hari. Seperti mimpi rasanya kami telah berhasil menyusun risalah ini disela-sela kesibukan di Indonesia File Inprogress Institute Jakarta serta aktifitas di Halaqah Wali Songo Indonesia merupakan tantangan yang membangkitkan semangat Al Dhaif untuk merampungkan apa yang semestinya tersajikan kini, Alhamdillahi akbar.

Washallallahu ala Sayyidina Muhammad Nabiyyil Ummiy wa Shohbihi wa Sallam

Al Dhaif juga menghaturkan rasa simpati mendalam kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerjemahan risalah ini, baik dari manuskrip yang berbahasa Arab, maupun Arab Pegon sebagai hasil karya dan warisan leluhur Bani Mawlana Daly Pulau Sembilan, Medan, Sumatera Utara. Bil Khusus kepada seluruh sanak saudara dan kerabat handai taulan yang semoga senantiasa dalam limpahan Rahmat Agung Allahu Azza Wa Jalla, antara lain Keluarga Besar :

1. Rabithah Bani Mawlana Abdullah Bin Ali Musthafa As-Syadzaly
di Makkah, Jeddah, Madinah & Al Dhali Yaman
2. Rabithah Bani Syaikh Faiman Bin Abdullah As-Syadzily
di Aceh, Pulau Sembilan Medan Sumatera Utara & Negeri Sembilan Malaysia
3. Rabithah wa Mudzakarah Syaikhuna Mawlana Daliman Bin Faiman As-Syadzaly
di seluruh wilayah penjuru Bumi Rahmatullahu Azza Wa Jalla,
khususnya di Manzilah Mandala By Pass Medan,Sumatera Utara
4. Rabithah Al Muqadam Mursyidina Walidana Datuk Kol. KKO TNI AL Haji Mohammad
Radian Daly,BA Bin Syaikhuna Mawlana Daliman As Syadzily
di Baitum Mawlana Malikul Daly, Kramat Jati, Jakarta Selatan
5. Rabithah Bani Mawlana Suryaman Daly Bin Syaikuna Mawlana Daliman As-Syadzily
si Lembah Menoreh, wates, Kulon Progo, Yogyakarta.

Serta segenap Bani Mawlana Daly Syaikh Mandala Medan yang tak bisa di sebut satu-persatu namanya, di manapun berada bersama dengan siapapun tetap perjuangkan untuk menggetarkan seantero sajadah Bumi Jawi Hidayatulahu Malikul Mulkillahi dengan Syahadatain, dzikrullah dan sholawat kepada Kanjeng Rasulullah, semoga senantiasa bersama Rahmatullahu Ahad. Jadilah Paku Tauhid dan benteng Ukhuwah Islamiyah dimanapun berada, Insya Allah.

Juga Al Dhaif menghaturkan sungkem dharma bhakti beserta salam ta'dzhim kepada para Mursyid Mulia yang tiada pernah merasa lelah untuk membagi-bagikan waktu, tenaga, pemikiran serta perasaannya dalam membagi ilmu dan pengalaman sebagai para pewaris Adab wal Akhlaqul Karimah Rasulullah di manzilah hidayatul ilmillah, antara lain :

1. Majlis Dzikir Padhang Mbulan Bantul Jogjakarta
pimpinan Mursyidina Cak Emha Ainun Nadjib
2. Huang Zhou Republik Rakyat China
pimpinan Prof. Dr. Haji Mahmood Chang Feng
3. Pondok Tipar Sukabumi
asuhan Kanjeng Abah Hadratus Syaikh Al-Attas Tipar
4. Pondok Pesantren Syaikh Qurro Karawang
pimpinan Hadratus Syaikh Mamak Syarifuddin Malik
5. Majlis Suluk Ma'rifah Sukabumi
pimpinan Kanjeng Kyai Haji Ajengan Mohammad Azhar Surya Wardhana, SH
6. Majlis Suluk Naqshabandiyah Bukit Tinggi
pimpinan Buya Haji Mohammad Daud Abdullah
7. Zawiyah Suluk Qadiriyyah Ciomas
pimpinan Kanjeng Kyai Haji Ajengan Mohammad Suhendar, SH
8. Zawiyah Thareqat Syattariyyah Kasepuhan Cirebon
pimpinan Kyai Haji Ajengan Mamak Ending Sulayman Suladiningrat
9. Majlis Dzikir Rifa'iyyah Sukabumi
pimpinan KH. Mohammad Basuni Abdurrahman
10.Zawiyah Tabah Foundation of Adnan Republik Yaman
pimpinan As-Sayyid Ali Zainal Abibin Al Jifri
11.Majlis Rasulullah SAW Al Munawwar Pancoran, Jakarta Selatan
pimpinan Al Habbib Munzir Bin Fuad Al Musawwa
12.yang mulia seluruh alim ulama wal habaib wal asatidz pewaris wasilah Rasulullah
di Negara Kesatuan Republik Indonesia,
terkhusus kepada para Amirul Halaqah-15,
Muhafidzil Halaqah-15 dimanapun berada, rahimakumullahu ta'ala illa yaumiddin..

Tak lupa pula Al Dhaif juga bersujud syukur serta berta'dzhim ke hadapan Waladuna Mawlana dan kedua orang tua tercinta, Ramanda yang mulia, Datuk Maulana Suryaman Daly Bin Syaikhuna Datuk Maulana Daliman Al Mandala Bin Syaikhuna Datuk Maulana Faiman Al Muqadam Pulau Sembilan Bin Syaikhuna Datuk Maulana Abdullah Ali As-Syadzili, serta salam kangen bathin dihaturkan kepada Kanjeng Ibunda Raden Ajeng Siti Istiningsih Binti Kanjeng Raden Tumenggung Panembahan Kalasan Brigjen TNI AD [Purn]Ahmad Hasan Midaryo @ raden Mas Bagus Ahmad Tsaniya Bin Kanjeng Gusti Pangeran Mas Prawiro Sentono Bin Kyai Haji Mas Bagus Abdullah Al Jawi. Mohon maaf lahir bathin ananda atas segala khalaf, khilaf, dosa-dosa serta kelemahan ananda selama ini, semoga seluruh Keluarga Besar Kawula Ngayogyakarto hadiningrat senantiasa sehat wal afiyat, berkah rizqi lahir maupun bathin. Jarak antara kita hanya Allah, njih?

Ibunda adalah pusaka semangat juang Al Dhaif kembarai perjalanan hidup di negeri orang hingga tiba waktunya nanti Al Dhaif akan tinggalkan alam fana ini, pulang ke Sidhratullah. Sebagaimana seorang bayi yang kecil yang disayangi oleh ibunya dan ia tidak sadar bahwa ia ada yang sangat menyayangi. Memandikannya siang, pagi dan malam, memberi ia makanan, minuman, menyusuinya, memberinya hal-hal yang bermanfaat baginya, menyiapkan segala kebutuhannya, menyiapkan apa yang diperlukan untuk menunjang kehidupannya.

Jagalah Ibundamu, wahay Saudara Shohibul Halaqah..
Kasihilah Ibundamu, wahay Saudara Shohibul Majlis..
Sayangilah Ibundamu, wahay Saudara Shohibus Suluk..

Jagalah dengan Cintamu berdzikir kepada Allah
Jagalah dengan Cinramu bershalawat kepada Rasulullah
Sayangilah dengan Cintamu bersuluk kepada Al Qur'an Kitabullah

Al Dhaif berterima kasih kepada segala pihak yang telah banyak mendukung, membantu dan memberi semangat kepada Al Dhaif dalam proses pendewasaan diri serta perjalanan taubatan nasuhah Al Dhaif selama menoreh pengembaraan hidup di Bumi Batawi, antara lain Al Fisabilillah Al Muqadam Halaqah-1 s/d Al Muqadam Halaqah-9, dan Shohibanal Kiram Amirul Halaqah 10 s/d para Amirul wal Muhafidzul Halaqah-15 di manapun saat ini berada.. Innallaha maa akum wa maa ana fii taubatan nasuhah ala Allahu Ghafar.

Demikianlah mukadimah yang disarikan dari nasehat yang pernah disampaikan oleh leluhur dari para leluhur-leluhurnya Waliyuna Muadzhom Pulau Sembilan, Medan, Sumatera Utara, yakni Al Arif Billah Syaikhuna Datuk Mawlana Abdullah As-Syadzily yang dihadiahkan kepada Hadratus Syaikhuna Mawlana Faiman As-Syadzily, dilanjutkan kepada Syaikuna Mawlana Daliman As-Syadzily, dilanjutkan lagi kepada Abuya Mawlana Suryaman Daly, dan diteruskan kepada Al Dhaif Ismu Al Daly Ahli maksiat yang sedang belajar taubatan nasuhah, Insya Allahu Rabbul Alamiin, karena hikmah wasiat tersebut adalah lautan rasa cinta tanpa tepi, kasih dan sayang yang dalam tak terukur di hati kepada Ibunda.

Bilamana inilah keadaan setiap hamba di dalam kehidupan dunia. Mereka yang taat dan mereka yang tidak taat, mereka yang dalam dosa atau mereka yang dalam pahala. Inilah cinta yang melebihi semua cinta yang tak akan kau dapatkan dari yang lain selain-Nya. Ilallah (terkecuali Allahu Azza Wa Jalla) Yang Maha Tunggal dan Maha Abadi dan cinta kasih sayang-Nya ditawarkan lagi lebih bagi mereka yang mendambakan cinta dari hadrat Allahu Azza Wa jalla Yang Abadi yaitu dengan tiada menduakan-Nya dan menjawab seruan kasih sayang-Nya untuk berbuat hal–hal yang dicintai-Nya yang dengan itulah Hadrat Allahu Azza Wa Jalla menampakkan kepada kita kesempurnaan yang kekal dan abadi.

Shohibul Halaqah Rahimakumullah, satu–satunya kekasih yang tidak akan mengecewakan kekasihnya adalah Hadrat Allahu Azza Wa Jalla. Kasih sayang yang muncul pada setiap jiwa hamba–hambaNya dijawab lebih daripada cinta itu kepadanya.

“Wama taqarraba ilayya abdi syibran taqarabbtu ilaihi dzira’an”, demikian riwayat Shahih Bukhari di dalam hadits qudsiy “tiadalah seorang hamba mendekat kepada-Ku satu jengkal kecuali Ku-jawab kedekatan kepadanya satu hasta”.

“Wama taqarabba ilayya abdi dzira’an taqarabbtu ilaihi ba’a, artinya : jika hamba-Ku mendekat dan mencintai-Ku dengan mendekat satu hasta maka Aku mendekat kepadanya satu depa”.

“wa in atayna maasyiyan ataytuhu harwalah, jika ia datang padaku dengan melangkah Aku datang padanya dengan bergegas”. Menunjukkan jawaban cinta Hadrat Allahu Azza Wa jalla lebih besar selalu menjawab cinta hamba-Nya. Sebesar apapun rindu hamba-Nya, Allahu Azza wW Jalla lebih rindu kepadanya.

“Man ahabba liqaAllah ahabballah liqa’ah, barangsiapa yang rindu berjumpa dengan Allah, Allah rindu berjumpa dengannya”, demikian riwayat Shahih Bukhari.

Washallallahu ala Sayyidina Muhammad Nabiyyil Ummiy wa Shohbihi wa Sallam.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jazakallahu khairan sukran wa barakallahumma fiikum bil fitrah

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuhu,
@

Jarum yang patah
Janganlah di simpan di dalam peti
Bilamana ada ujar yang salah
Mohon sesempatnya dikoreksi..

Al Dhaif Ismu Pagu Al Daly,SS
Manzilah Halaqah-15 Rawa Gede, Tambun Kidul, Bekasi, Jawi Maghrib ilaa April 1, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar